Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu kami akan menjelaskan hubungan hukum antara driver ojek online dengan perusahaan penyedia aplikasi.
Ketentuan umum perjanjian kemitraan adalah Pasal 1338
jo. Pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Sedangkan, ketentuan khusus, bisa merujuk pada ketentuan persekutuan perdata dalam Pasal 1618 s.d. Pasal 1641 KUH Perdata. Hubungan hukum tercipta ketika para pihak bersepakat memasukkan suatu “modal” sebagai “seserahan” (
inbreng), dengan keuntungan yang dibagi antara para pihak.
[1]
Hubungan antara Perusahaan Aplikasi dengan Pengemudi merupakan hubungan kemitraan.
Perusahaan aplikasi yang dimaksud adalah penyelenggara sistem elektronik yang menyediakan aplikasi berbasis teknologi di bidang transportasi darat.
[2]
Sedangkan pengemudi adalah orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan dan telah memiliki surat izin mengemudi.
[3]
Sanksi Jual Beli Akun
Pada dasarnya hak dan kewajiban perusahaan aplikasi dan pemilik akun (driver) dapat dilihat dalam perjanjian kemitraan yang disepakati antara kedua belah pihak.
Apabila pemilik akun selaku mitra melanggar ketentuan dalam perjanjian kemitraan, maka perusahaan aplikasi dapat memberikan sanksi sesuai kesepakatan, guna melindungi kepentingan masyarakat pengguna aplikasi.
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, pada umumnya perusahaan aplikasi tidak memperbolehkan pemilik akun untuk memperjualbelikan akun kepada pihak lain.
Apabila dilakukan, maka perusahaan aplikasi dapat memberikan saksi kepada pemilik akun berupa penghentian operasional sementara (suspend) atau putus mitra maupun sanksi lainnya yang diatur dalam perjanjian kemitraan.
Dengan dilakukannya suspend atau putus mitra tersebut, maka secara otomatis si pembeli akun tidak lagi dapat menggunakan akun tersebut.
Sanksi suspend sendiri dikenal dalam Pasal 14 Permenhub 12/2019, yang berbunyi sebagai berikut:
Perusahaan Aplikasi harus membuat standar, operasional dan prosedur dalam penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra terhadap pengemudi.
Standar, operasional, dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
jenis sanksi penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra;
tingkatan pemberian sanksi penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra;
tahapan pemberian sanksi penghentian operasional sementara (suspend) dan putus mitra; dan
pencabutan sanksi penghentian operasional sementara (suspend).
Standar, operasional, dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum ditetapkan terlebih dahulu dilakukan pembahasan dengan mitra kerja.
Standar, operasional, dan prosedur yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disosialisasikan kepada mitra kerja oleh Perusahaan Aplikasi.
Apakah Melanggar UU ITE?
Yang dilanggar adalah perjanjian kemitraan dengan perusahaan aplikasi. Akibatnya berupa penghentian operasional sementara (suspend) atau putus mitra terhadap pemilik akun, sebagaimana telah kami jelaskan di atas.
Hanya saja, jika jual beli akun tersebut dimaksudkan atau diperuntukkan untuk melakukan tindak pidana, maka pelaku dapat dijerat dengan pasal sesuai dengan tindak pidana yang dilakukan.
Misalnya, seseorang membeli akun untuk melakukan orderan fiktif, maka ia dapat dijerat dengan Pasal 51 ayat (1) jo. Pasal 35 UU ITE sebagai berikut:
Pasal 51 ayat (1) UU ITE
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 35 UU ITE
Setiap Orang dengan sengaja. dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokurnen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Selanjutnya, apakah si penjual akun turut bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh si pembeli akun? Sebagaimana dijelaskan Eddy O.S. Hiariej dalam bukunya Prinsip-prinsip Hukum Pidana (hal. 163), elemen terpenting dari pertanggungjawaban pidana adalah adanya kesalahan. Kesalahan meliputi, pertama, kemampuan bertanggungjawab, dan kedua, hubungan psikis pelaku dengan perbuatan yang dilakukan, baik karena kesengajaan ataupun kealpaan.
Dalam hal ini, menurut hemat kami, jika si penjual akun tidak mengetahui dan tidak turut serta (tidak memiliki hubungan pisikis) dengan tindak pidana yang dilakukan oleh si pembeli akun, maka ia tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan oleh si pembeli akun.
Sebaliknya, jika penjual turut serta dalam tindak pidana yang dilakukan si pembeli maka ia dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana dalam kedudukannya sebagai “penyertaan”.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Eddy O.S. Hiariej. Prinsip-prinsip Hukum Pidana. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
[1] Pasal 1618 KUH Perdata
[2] Pasal 1 angka 3 Permenhub 12/2019
[3] Pasal 1 angka 4 Permenhub 12/2019